Kamis, 24 September 2015
Perkuliahan Ke 1 Manajemen Mutu
Perkuliahan Ke 1 Manajemen Mutu
Yulia Anggraini M.Kesos
SEJARAH
PERKEMBANGAN MANAJEMEN MUTU
Proses
perkembangan menuju era mutu merupakan proses yang cukup panjang dengan
melewati berbagai pengalaman dan pendekatan metode yang bermacam-macam. Perkembangan
mutu yang terjadi tidak lepas dari awal perubahan era menuju era industri
dimana mulai dipergunakannya mesin-mesin untuk membantu proses produksi. Secara
garis besar perkembangan atau evalusi mutu adalah sebagai berikut:
1. Era Tanpa
Mutu
2. Era Inpeksi
3.
Era Pengendalian Mutu
4.
Era Jaminan Mutu
5.
Era Manajemen Mutu Terpadu
6.
Era Sistem Manajemen Mutu (ISO)
1. Era Tanpa Mutu
Merupakan era dimana persaingan belum terjadi oleh
karena produsen atau pemberi pelayanan belum banyak, sehingga pelanggan pun
belum diberi kesempatan untuk memilih. Hal ini terjadi pula pada organisasi
pemberi pelayanan publik. Pada lembaga pelayanan publik yang dikelola oleh
pemerintah, masyarakat sebagai pelanggan tidak diberikan hak untuk menuntut
mutu pelayanan yang lebih baik atau yang diharapkan. Keadaan ini menyebabkan
mutu pelayanan organisasi publik belum menjadi penilaian pengguna hanya
mengutamakan yang penting ada dan dapat dipergunakan saja.
2. Era Inpeksi
Era ini dimulai oleh perusahaan – perusahaan yang
memproduksi barang, hal ini terjadi karena mulai adanya persaingan antar
produsen. Dengan demikian tiap perusahaan mulai melakukan pengawasan terhadap
produknya. Pada era ini juga mulai dilakukan pemilahan mutu barang yang dilakukan
melalui inspeksi. Namun mutu produk hanya pada atribut yang melekat pada
produk. Oleh karena itu mutu hanya dipandang produk yang rusak, cacat atau
hanya pada penyimpangan dari atribut yang sehartusnya melekat pada produk
tersebut. Era ini menekankan pada deteksi masalah, keseragaman produk serta
pengukuran dengan alat ukur yang dilaukan oleh yang berfungsi menginpeksi Fokus
perusahaan terhadap mutu belum besar dan terbatas pada produk akhir yaitu
dilihat yang cacat atau rusak yang dibuang sedang yang baik yang dilepas ke
konsumen.
Era inspeksi ditandai dengan perhatian yang rendah
dari pihak manajemen terhadap mutu produk. Tanggung jawab terhadap mutu produk
didelegasikan pada departemen inspeksi yang bertugas hanya pada pendeteksian
dan penyisihan produk yang tidak memnuhi sysrat kualitas dari produk yang baik.
Pada era ini belum ada perhatian terhadap kualitas proses dan sistem untuk
merealisasikan produk tersebut
3. Era
Pengendalian Mutu
Era Pengendalian Mutu dimulai sekitar tahun 1930 an.
Era ini disebut juga era stastical control, yang lebih menekankan pada
pengendalian, keseragaman produk dan pengurangan aktivitas inspeksi serta
dilakukan Departemen Teknis dan Departemen Inspeksi. Pada era ini pula
diperkenalkan pandangan baru terhadap konsep Walter A Shewart, .Menurut
pandangan ini mutu produk merupakan serangkaian karakteristik yang melekat pada
produk yang dapat diukur secara kuantitatif.
Di Era statitical quality control atau jaman
pengendalian mutu, manajemen telah mulai memperhatikan pentingnya pendeteksian
yaitu dengan cara departemen inspeksi sudah mulai dilengkapi dengan alat dan
metode statistik di dalam mendeteksi penyimpangan yang terjadi dalam atribut
produk yang dihasilkan dari proses produksi. Terdapat perubahan dalam penanganan
mutu produk yaitu hasil detetksi yang secara statistikal dari penyimpangann
mulai dipergunakan oleh departemen produksi untuk memperbaiki proses dan sistem
produksi.
4. Era Jaminan
Mutu
Era jaminan mutu ini dimulai pada sekitar tahun
1960-an yang menekankan pada koordinasi, pemecahan masalah secara proaktif..
Pada era ini mulai dikenal adanya konsep total Quality Control (TQC) yang
diperekenalkan oleh Armand F pada tahun 1950. Jaminan mutu merupakan seluruh
perencanaan dan kegiatan sistimatik yang diperlukan untuk memberikan suatu
keyakinan yang memadai bahwa suatu barang atau jasa dapat memenuhi persyaratan
mutu.
Jaminan mutu merupakan bagian dari manajemen mutu yang
difokuskan pada peningkatan kemampuan untuk memenuhi persyaratan mutu. Oleh
karena itu jaminan mutu dilaksanakan secara berkesinambungan sistimatis,
objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab, masalah mutu
pelayanan berdasarkan standar yang telah ditetpakan dan selanjutnya menetapkan
serta melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang
tersedia, menilai hasil yang dicapai dan menyusun saran tindak lanjut untuj
lebih meningkatkan mutu pelayanan. (Azwar, 200) .
Sejak era inilah peran manajemen mulai diperhitungkan
untuk terlibat dalam penentuan dan penanganan mutu produk. Selain itu dalam era
jaminan mutu ini pula mulai diterapkan bukan hanya pada industri manufaktur,
tetapi juga pada industri jasa.
Di Indonesia era ini berkembang ditandai dengan dibentuknya Gugus Kendali Mutu (GKM) di masing - masing bagian atau divisi pada setiap organisasi. Kegiatan GKM ini diprakarsai oleh Departemen Perindustrian dan Departemen Tenaga Kerja, kemudian diikuti oleh Departemen Kesehatan dan Departemen Lainnya.
Di Indonesia era ini berkembang ditandai dengan dibentuknya Gugus Kendali Mutu (GKM) di masing - masing bagian atau divisi pada setiap organisasi. Kegiatan GKM ini diprakarsai oleh Departemen Perindustrian dan Departemen Tenaga Kerja, kemudian diikuti oleh Departemen Kesehatan dan Departemen Lainnya.
Pada era ini GKM digalakkan bukan hanya secara
parsial, tetapi lebih bersifat nasional. Hal ini terlihat dengan dilakukannya
konvensi GKM tingkat kabupaten, tingkat provinsi dan tingkat nasional.
Menyimak konsep era Statistical Control ini dapat
diterapkan tidak hanya pada parusahaan manufaktur, maka sejak era ini pula
Manajemen Mutu mulai diterapkan pada organisasi non barang atau organisasi
jasa, seperti pada rumah sakit, puskesmas dan lain-lain
5.
Era Manajemen
Mutu Terpadu
Total Quality Management (TQM) dimulai pada tahun 1980
– an, era ini menekankan pada manajemen stratejik. TQM merupakan suatu sistem
yang berfokus kepada orang yang bertujuan untuk meningkatkan secara
berkesinambungan kepuasan pelanggan pada titik penekanan biaya agar sama dengan
biaya yang sesungguhnya untuk menghasilkan dan memberikan pelayanan. TQM juga
sebuah upaya untuk mencapai keunggulan kompetitif serta mengutamakan kebutuhan
pasar dan konsumen yang dilakukan oleh setiap orang dalam organisasi dengan
leadership yang kuat dari pimpinan.
Management mutu terpadu atau Total Quality Management
disebut pula Continous Quality Improvemnt (CQI). Total Quality yang berarti
komitmen dan pendekatan yang digunakan secara terus menerus untuk meningkatkan
setiap proses pada setiap bagian organisasi.
Kegiatan tersebut bertujuan untuk memenuhi
bahkan melampui harapan dan outcome dari customer. Tujuan dari diterapkan TQM
perlu adanya perubahan budaya serta komitmen dari seluruh jajaran mulai
pimpinan puncak sampai level terbawah.
Agar TQM dapat berkelanjutan maka organisasi harus
didukung oleh budaya yang mendukung yang menekankan pada kerja kelompok,
pemberdayaan dan partisipasi karyawan, peningkatan terus menerus fokus pada
pelanggan serta kepemimpinan yang tepat. Prinsip TQM secara keseluruhan proses
produk maka titik beratnya pada penanganan kualitas pada seluruh aspek
organisasi
6.
Era Sistem
Manajemen Mutu (ISO)
Era ini
dimulai pada sekitar tahun 1943 yaitu pada masa perang dunia II, dimana sekutu
mulai mengalami kesulitan dalam mendapatkan bahan peledak Hal ini terkait
dengan mutu bahan peledak untuk keperluan militer terutama oleh pasukan
Inggris.
Berdasarkan
keadaan tersebut pihak militer Inggris mengembangkan serangkaian standar yang
secara umum dapat menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam menyediakan
produk bermutu tinggi serta konsisten bagi kepentingan bahan militer . Pada
akhir tahun 1960, disusun standar sistem mutu AQAP (Allied Quality Assurance
Publicators) yaitu pengembangan standar yang sudah ada sebagai sistem kendali
dengan tujuan utamanya adalah untuk mengendalikan pemasok dalam pemenuhan
persyaratan.
Pada tahun
1979 anggota ISO untuk Inggris yaitu Britihs Standard Institute, menyerahkan
proposal kepada ISO agar dibentuk suatu komite teknis baru untuk menyiapkan
standar internasional yang berkaitan dengan teknik dan praktik penjaminan mutu,
maka dibentuklah komite teknis baru dengan nomor ISO/TC 176. Sebagai hasil
kerja ISO/TC 176, pada tahun 1987 dipublikasikan seri standar ISO 9000 yaitu
sistem manajemen mutu yang merangkum sebagian besar standar sebelumnya disamping
peningkatan dan penjelasan standar baru.
Dampak nyata
dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang paling nyata
adalah semakin hilangnya batas-batas negara yang biasa disebut dengan
globalisasi. Globalisasi berdampak pada kuatnya iklim persaingan antara
berbagai macam bidang yang dahulunya mampu di proteksi oleh peraturan suatu
negara. Iklim persaingan yang semakin kuat tersebut menuntuk keharusan agar
semua organisasi yang ada harus mampu membuat produk yang bermutu.
Organisasi, yang merupakan
salah satu sistem sosial umat manusia yang tidak dapat menghindari dampak dari
kemajuan tersebut. Organisasi dituntut untuk memenuhi tuntutan tersebut, untuk
itulah dibutuhkan kapasitas manajemen dengan karakteristik;
1.
Bergerak
secara lebih efektif atas dasar visi dan misinya
2.
Selalu
berusaha memenuhi pelanggan
3.
Kegiatannya
bersifat proaktif
4.
Mengejar daya
saing
5.
Anggotanya
lebih tekun bekerja (industrious)
6.
Anggotanya
harus lebih giat berusaha (entreprising)
7.
Pimpinannya
mau mengerahkan seluruh karyawan dengan pemberdayaan (empowerment),
pimpinannya mendorong karyawan untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan
kecakapan supaya mutakhir dan relevan dengan tugas
8.
Perencanaannya
terpadu, pelaksanaan dan pengendalian terdesentralisasi (Hardjosoedarmo, 1997).
Minggu, 06 September 2015
Satuan Acara Perkuliahan Psychology And Professional Ethics
Satuan Acara Perkuliahan Psychology And Professional Ethics
- PSIKOLOGI
- HAKIKAT KERJA
- DISIPLIN, EFISIENSI & EFEKTIVITAS KERJA DAN PRODUKTIVITAS KERJA
- KONFLIK DAN STRESS KERJA
- KEPUASAN KERJA
- PSIKOLOGI PELAYANAN TERHADAP PELANGGAN
- MENGENAL KAREKTER PELANGGAN
- PENGERTIAN ETIKA
- NILAI-NILAI DASAR DALAM ETIKA
- ETIKA PROFESI
- TANGGUNG JAWAB SOSIAL DUNIA BISNIS
- PSIKOLOGI
- HAKIKAT KERJA
- DISIPLIN, EFISIENSI & EFEKTIVITAS KERJA DAN PRODUKTIVITAS KERJA
- KONFLIK DAN STRESS KERJA
- KEPUASAN KERJA
- PSIKOLOGI PELAYANAN TERHADAP PELANGGAN
- MENGENAL KAREKTER PELANGGAN
- PENGERTIAN ETIKA
- NILAI-NILAI DASAR DALAM ETIKA
- ETIKA PROFESI
- TANGGUNG JAWAB SOSIAL DUNIA BISNIS
Referensi Perkuliahan Psychology And Professional Ethics
Referensi :
1.
Psikologi Kerja, Oleh : Pandji Anoraga, SE, MM,
Penerbit Rineka Cipta
2.
Psikologi Pelayanan Dalam Industri Jasa, Ir. Endar
Sugiarto, MM, Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
3.
Etika Bisnis, Oleh : Sonny Keraf, Penerbit Kanisius
4.
Business and Society, Archie B. Carrol, South-Western
College Publiching
5.
Ethics and The Conduct Of Business, John R. Boatright,
Prentice Hall
6.
Etika Bisnis, Sondang Siagian, Pustaka Binaman Presindo
KOMPONEN PENILAIAN PERKULIAHAN
KOMPONEN PENILAIAN PERKULIAHAN
•Kehadiran : 10 %
•Tugas : 10 %
•Formatif : 10 %
•Sikap : 10 %
•Ujian : UTS 25 %,
UAS 35%
UAS 35%
Sesi 2 Perkuliahan Psychology And Professional Ethics
Yulia Anggraini M. Kesos
Sesi
2 Perkuliahan Psychology And Professional Ethics
BAB II
HAKIKAT KERJA
2.1 Pengertian Psikologi
2.1.1 Taktik Mencari Kerja
Taktik
Mencari kerja haruslah dimiliki setiap manusia yang ingin mendapatkan pekerjaan
yang diinginkan. Adapun tehnik dalam mencari pekerjaan ialah :
a.
Mencari pekerjaan dari media massa (Koran, internet, facebook, tabloid, dll)
b.
Rekan Sejawat (Teman lama, Teman dekat, dll)
c.
Mendatangi langsung lokasi perusahaan yang ingin dimasukan surat lamaran
pekerjaannya.
2.1.2 Nepotisme
Sistem
nepotisme ini masuk dalam induk kepegawaian: “Patronage System” atau sistem
kawan. Dalam sistem dibedakan lagi menjadi dua, yaitu: Spoil System (bersifat
politis) dan Nepotisme/Nepotism (non politis). Kedua sistem tersebut merupakan
sistem yang tidak digunakan dalam kepegawaian (walaupun kenyataannya tumbuh
dengan subur, baik dalam lembaga legislative maupun lembaga eksekutif. Contohnya
anggota DPR yang masih saudara atau keluarga.
.
2.1.3 Kerja
1. Arti Kerja
Kerja
merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu bisa
bermacam-macam, berkembang dan berubah, bahkan seringkali tidak disadari oleh
pelakunya. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya, dan
orang berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukan akan membawanya kepada
suatu keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan sebelumnya.
Tidak
semua aktifitas dapat dikatakan kerja, menurut Dr. Franz Von Magnis. Pekerjaan
adalah kegiatan yang direncanakan. Jadi pekerjaan itu memerlukan pemikiran yang
khusus dan tidak dapat dijalankan oleh binatang. Yang dilaksanakan tidak hanya
karena pelaksanaan kegiatan itu sendiri menyenangkan, melainkan karena kita mau
dengan sungguh-sungguh mencapai suatu hasil yang kemudian berdiri sendiri atau
sebagai benda, karya, tenaga, dan sebagainya, atau sebagai pelayanan terhadap
masyarakat, termasuk diri sendiri. Kegiatan itu dapat berupa pemakaian tenaga
jasmani dan rohani.
Menurut
Hegel (1770-1831), inti pekerjaan adalah kesadaran manusia. Pekerjaan
memungkinkan orang dapat menyatakan diri secara obyektif ke dunia ini, sehingga
ia dan orang lain dapat memandang dan memahami keberadaan dirinya.
Menurut
Dr. May Smith. Tujuan dari kerja adalah untuk hidup. Dengan demikian, maka
mereka yang menukarkan kegiatan fisik atau kegiatan otak dengan sarana
kebutuhan untuk hidup, berarti bekerja. Maka hanya kegiatan-kegiatan orang yang
bermotivasikan kebutuhan ekonomis sajalah yang bisa dikategorikan sebagai
kerja. Misalnya pekerja sosial, Melakukan kegiatan dalam yayasan sosial, yaitu
mereka yang menjadi anggota dan aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial tanpa
mendapatkan imbalan apa pun tentulah tidak dapat dikatakan sebagai pekerja.
2.2 Etos Kerja
Bekerja
adalah kewajiban dan dambaan bagi setiap orang untuk memenuhi kebutuhan hidup
dan kehidupan sepanjang masa, selama ia mampu berbuat untuk membanting tulang,
memeras keringat dan memutar otak.
Etos
kerja adalah suatu pandangan dan sikap suatu bangsa atau suatu umat terhadap
kerja. Kalau pandangan dan sikap, melihat kerja sebagai suatu hal yang luhur
untuk eksistensi manusia, maka etos kerja itu akan tinggi. Sebaliknya kalau
kalau melihat kerja sebagai suatu hal tak berarti untuk kehidupan manusia,
apalagi kalu sama sekali tidak ada pandangan dan sikap terhadap kerja, maka
etos kerja dengan sendirinya rendah. Untuk itu diperlukan dorongan atau
motivasi.
2.3 Mitos Kerja
Kerja
disini tidak lagi dilihat sebagai karya manusia yang berhakikat untuk mencapai
kedudukan serta pangkat. Sebab, ada kekuatiran bila kedudukan sudah dipegang,
orang menjadi terlena untuk tidak giat lagi.
Menurut Basuki Istnail, 1998 dilihat
dua hambatan kerja sebagai sarana dan nasib sebagai berikut :
1. Pengertian
kerja sebagai sarana
Kerja
hanya mempunyai makna sejauh menghasilkan sesuatu. Akibatnya kerjanya sendiri
tidak bernilai positif. Banyak orang terpaksa bekerja dan melihatnya sebagai
beban hidup. Godaan untuk bermalas-malasan muncul. Bahkan kalau perlu mencuri
waktu dan kurang sabar menunggu hari “weekend”. Muncullah manipulasi jam kerja
meskipun sudah ada “time recorder”.
2. Pandangan
kerja sebagai nasib
Kerja
dirasakan sebagai kewajiban bawaan yang tidak dapat dipungkiri lagi. Untuk
menghindari dua pandangan kerja sebagai nasib sarana, perulah menyingkirkan
unsur fungsional kerja membebani manusia. Kalau unsur fungsional begitu
ditekankan, kerja hanya dilihat sebagai usaha untuk menahan diri terhadap beban
berat dan penyesuaian dirinya terhadap kemiskinan. Karenannya kerja tetap perlu
memiliki niat yang positif. Disini manusia yang menaklukan alam dan materi
menurut kemauan baiknya.
2.4 Motivasi Kerja
Motivasi
sebagai “The Process by which behavior is
energized and directed” (suatu proses, dimana tingkah laku tersebut dipupuk
dan diarahkan), para psikologi memberikan kesamaan antara motif dengan
(dorongan, kebutuhan). Dari batasan diatas, dapat disimpulan bahwa motof adalah
yang melatarbelakngi individu untuk berbuat mencapai tjuan tertentu.
Sedangkan
motivasi ialah pemberian atau penimbulan motif. Atau dapat pula diartikan atau
keadaan menjadi motif. Jadi motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan
semangat atau dorongan kerja. Motovasi kerja dalam psikologi karya biasa
disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi kerja seorang
tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinnya.
Kebutuhan-kebutuhan
manusia pada umumnya dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :
a. Kebutuhan
primer, kebutuhan seperti makan, haus, seks, tidur, suhu yang menyenangkan dan
lain sebagainya. Kebutuhan ini merupakan syarat kelangsungan hidup seseorang.
Kebutuhan ini sudah ada sejak lahir dan timbul dengan sendirinya.
b. Kebutuhan
Sekunder, yang timbuldari interaksi antara orang denagn lingkungannya seperti
kebutuhan untuk bersaing, bergaul, bercinta, ekspresi diri, harag diri, dan
sebagainya. Kebutuhan inilah yang paling banyak berperan dalam motivasi
seseorang.
Adapun
ciri-ciri motif individu adalah sebagai berikut :
a. Motif
adalah majemuk
b. Motif
dapat berubah-ubah
c. Motif
berbeda-beda bagi individu
d. Beberapa
motif tidak disadari oleh individu
Menurut
Prof. PF. Drucker, motivasi berperan sebagai pendorong kemauan dan unsure-unsur
motif yang ada padanya. Namun, secara pokok unsur motivasi dan tujuan merupakan hal yang tak
terpisahkan. Perilaku orang pada umumnya berorientasi pada tujuan, yang
senantiasa dirangsang dan didorong untuk mencapainya.
Telah
dikemukakan oleh Frederick Herzberg sebuah model motivasi yang mempertajam
pengertian mengenai efektivitas dari motivasi dalam situasi kerja. Menurut
Herzberg, sistem kebutuhan-kebutuhan otang yang mendasari motivasinya, dapat
dibagi menjadi dua dolongan :
a. Hygiene
Factors
-
Status
-
Hubungan antar manusia
-
Supervise
-
Peraturan-peraturan perusahaan dan
administrasi
-
Jaminan dalam pekerjaan
-
Kondisi kerja
-
Gaji
-
Kehidupan pribadi
b. Motivational
factors (motivators)
-
Pekerjaan sendiri
-
Achievement (sifat manusia yang
menginginkan tercapainya hasil)
-
Kemungkinan untuk berkembang
-
Tanggung jawab
-
Kemajuan dalam jabatan
-
Pangkuan
Memotivasi Atasan
Ada
beberapa situasi yang dapat dijadikan titik tolak dan pokok pemikiran mengapa
seorang bawahan perlu “mengatur” atasan mereka menurut Setiawan Tjahjono, 1998
sebagai berikut :
a. Jika
atasan tidak atau kurang mumpuni (in
comtence)
b. Atasan
tidak memiliki motivasi untuk mengembankan
bawahan
c. Ada
sebagian manjer yang merasa tidak pasti dan kurang aman dengan kemampuan mereka
d. Bawahan
tidak jarang menjumpai atasan yang begitu gemar melakukan sesuatunya sendiri
2.5 Keselamatan Kerja
Penyebab
kecelakaan sering sangat kompleks dan umumnya berkaitan satu dengan yang
lainnya. Berbagai teori “tiga faktor” yang menyebutkan bahwa kecelakaan kerja
disebabkan oleh faktor peralatan tehnik, lingkungan kerja dan pekerjaan
sendiri, atau teori “dua faktor” yang membedakan dua golongan kecelakaan yakni
karena tindakan yang berbahaya dan kondisi kerja yang membahayakan. Akan tetapi,
para ahli pada umumnya menekankan bahwa semua kecelakaan kerja, baik langsung
atau tidak langsung, terjadi karena kesalahan manusia, atas dasar asumsi bahwa,
kesalahan dapat dilakukan oleh mereka yang membuat desain, konstruksi,
instalasi, serta kegiatan manajemen, supervise dan seluruh proses produksi
termasuk perlengkapannya.
Secara
terperinci tahun 1930 H.W. Heinrich menyebutkan suatu rankaian faktor penyebab
kecelakaan yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Teori domino mengangap
faktor asal-usul seseorang dan lingkungan sosialnya akan mempengaruhi sikap
serta perilaku dalam melakukan pekerjaan. Sehingga mengakibatkan seseorang
cenderung untuk bekerja ceroboh, tidak berhati-hati dan menjurus kearah kemungkinan terjadinya kesalahan dalam
bekerja.
Selanjutnya,
pada awal tahun 1970, dikemukan teori lain yang menyempurnakan teori domino
yaitu oleh Frank E. Bird dan Peterson.
menurut kedua ahli keselamatan kerja itu, sebab utama kecelakaan adalah akibat
ketimpangan sistem manajeman sedang “ unsafe
condition” (memperbaiki sesuatu) dan
“unsafe action (mengoreksi tindakan manusia yang berbahaya) ” hakikatnya merupakan gejala saja.
Langganan:
Postingan (Atom)