Kamis, 24 September 2015

Satuan Acara Perkuliahan Manajemen Mutu

Satuan Acara Perkuliahan Manajemen Mutu

Dosen : Yulia Anggraini M. Kesos




     Rencana perkuliahan , Perspektif  Mutu




Pengenalan ISO dan Penghargaan Mutu




     Delapan Prinsip Manajemen Mutu




 Alat dan Teknik Pengendali Mutu




     Konsep Keterandalan dan Prinsip Kerja Pemeliharaan




 Penerapan Sistem Manajemen Mutu




 Audit dan Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu




 Studi Kasus


Perkuliahan Ke 1 Manajemen Mutu

Perkuliahan Ke 1 Manajemen Mutu
Yulia Anggraini M.Kesos



SEJARAH PERKEMBANGAN MANAJEMEN MUTU

Proses perkembangan menuju era mutu merupakan proses yang cukup panjang dengan melewati berbagai pengalaman dan pendekatan metode yang bermacam-macam. Perkembangan mutu yang terjadi tidak lepas dari awal perubahan era menuju era industri dimana mulai dipergunakannya mesin-mesin untuk membantu proses produksi. Secara garis besar perkembangan atau evalusi mutu adalah sebagai berikut:
1.    Era Tanpa Mutu
2.    Era Inpeksi
3.    Era Pengendalian Mutu
4.    Era Jaminan Mutu
5.    Era Manajemen Mutu Terpadu
6.    Era Sistem Manajemen Mutu (ISO)

    1.   Era Tanpa Mutu
Merupakan era dimana persaingan belum terjadi oleh karena produsen atau pemberi pelayanan belum banyak, sehingga pelanggan pun belum diberi kesempatan untuk memilih. Hal ini terjadi pula pada organisasi pemberi pelayanan publik. Pada lembaga pelayanan publik yang dikelola oleh pemerintah, masyarakat sebagai pelanggan tidak diberikan hak untuk menuntut mutu pelayanan yang lebih baik atau yang diharapkan. Keadaan ini menyebabkan mutu pelayanan organisasi publik belum menjadi penilaian pengguna hanya mengutamakan yang penting ada dan dapat dipergunakan saja.                                                           
        2. Era  Inpeksi
Era ini dimulai oleh perusahaan – perusahaan yang memproduksi barang, hal ini terjadi karena mulai adanya persaingan antar produsen. Dengan demikian tiap perusahaan mulai melakukan pengawasan terhadap produknya. Pada era ini juga mulai dilakukan pemilahan mutu barang yang dilakukan melalui inspeksi. Namun mutu produk hanya pada atribut yang melekat pada produk. Oleh karena itu mutu hanya dipandang produk yang rusak, cacat atau hanya pada penyimpangan dari atribut yang sehartusnya melekat pada produk tersebut. Era ini menekankan pada deteksi masalah, keseragaman produk serta pengukuran dengan alat ukur yang dilaukan oleh yang berfungsi menginpeksi Fokus perusahaan terhadap mutu belum besar dan terbatas pada produk akhir yaitu dilihat yang cacat atau rusak yang dibuang sedang yang baik yang dilepas ke konsumen.
Era inspeksi ditandai dengan perhatian yang rendah dari pihak manajemen terhadap mutu produk. Tanggung jawab terhadap mutu produk didelegasikan pada departemen inspeksi yang bertugas hanya pada pendeteksian dan penyisihan produk yang tidak memnuhi sysrat kualitas dari produk yang baik. Pada era ini belum ada perhatian terhadap kualitas proses dan sistem untuk merealisasikan produk tersebut   

    3. Era Pengendalian Mutu
Era Pengendalian Mutu dimulai sekitar tahun 1930 an. Era ini disebut juga era stastical control, yang lebih menekankan pada pengendalian, keseragaman produk dan pengurangan aktivitas inspeksi serta dilakukan Departemen Teknis dan Departemen Inspeksi. Pada era ini pula diperkenalkan pandangan baru terhadap konsep Walter A Shewart, .Menurut pandangan ini mutu produk merupakan serangkaian karakteristik yang melekat pada produk yang dapat diukur secara kuantitatif.
Di Era statitical quality control atau jaman pengendalian mutu, manajemen telah mulai memperhatikan pentingnya pendeteksian yaitu dengan cara departemen inspeksi sudah mulai dilengkapi dengan alat dan metode statistik di dalam mendeteksi penyimpangan yang terjadi dalam atribut produk yang dihasilkan dari proses produksi. Terdapat perubahan dalam penanganan mutu produk yaitu hasil detetksi yang secara statistikal dari penyimpangann mulai dipergunakan oleh departemen produksi untuk memperbaiki proses dan sistem produksi.

      4. Era Jaminan Mutu
Era jaminan mutu ini dimulai pada sekitar tahun 1960-an yang menekankan pada koordinasi, pemecahan masalah secara proaktif.. Pada era ini mulai dikenal adanya konsep total Quality Control (TQC) yang diperekenalkan oleh Armand F pada tahun 1950. Jaminan mutu merupakan seluruh perencanaan dan kegiatan sistimatik yang diperlukan untuk memberikan suatu keyakinan yang memadai bahwa suatu barang atau jasa dapat memenuhi persyaratan mutu.
Jaminan mutu merupakan bagian dari manajemen mutu yang difokuskan pada peningkatan kemampuan untuk memenuhi persyaratan mutu. Oleh karena itu jaminan mutu dilaksanakan secara berkesinambungan sistimatis, objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab, masalah mutu pelayanan berdasarkan standar yang telah ditetpakan dan selanjutnya menetapkan serta melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia, menilai hasil yang dicapai dan menyusun saran tindak lanjut untuj lebih meningkatkan mutu pelayanan. (Azwar, 200) .
Sejak era inilah peran manajemen mulai diperhitungkan untuk terlibat dalam penentuan dan penanganan mutu produk. Selain itu dalam era jaminan mutu ini pula mulai diterapkan bukan hanya pada industri manufaktur, tetapi juga pada industri jasa.
Di Indonesia era ini berkembang ditandai dengan dibentuknya Gugus Kendali Mutu (GKM) di masing - masing bagian atau divisi pada setiap organisasi. Kegiatan GKM ini diprakarsai oleh Departemen Perindustrian dan Departemen Tenaga Kerja, kemudian diikuti oleh Departemen Kesehatan dan Departemen Lainnya.
 Pada era ini GKM digalakkan bukan hanya secara parsial, tetapi lebih bersifat nasional. Hal ini terlihat dengan dilakukannya konvensi GKM tingkat kabupaten, tingkat provinsi dan tingkat nasional.
Menyimak konsep era Statistical Control ini dapat diterapkan tidak hanya pada parusahaan manufaktur, maka sejak era ini pula Manajemen Mutu mulai diterapkan pada organisasi non barang atau organisasi jasa, seperti pada rumah sakit, puskesmas dan lain-lain

5.        Era Manajemen Mutu Terpadu
Total Quality Management (TQM) dimulai pada tahun 1980 – an, era ini menekankan pada manajemen stratejik. TQM merupakan suatu sistem yang berfokus kepada orang yang bertujuan untuk meningkatkan secara berkesinambungan kepuasan pelanggan pada titik penekanan biaya agar sama dengan biaya yang sesungguhnya untuk menghasilkan dan memberikan pelayanan. TQM juga sebuah upaya untuk mencapai keunggulan kompetitif serta mengutamakan kebutuhan pasar dan konsumen yang dilakukan oleh setiap orang dalam organisasi dengan leadership yang kuat dari pimpinan.
Management mutu terpadu atau Total Quality Management disebut pula Continous Quality Improvemnt (CQI). Total Quality yang berarti komitmen dan pendekatan yang digunakan secara terus menerus untuk meningkatkan setiap proses pada setiap bagian organisasi.
 Kegiatan tersebut bertujuan untuk memenuhi bahkan melampui harapan dan outcome dari customer. Tujuan dari diterapkan TQM perlu adanya perubahan budaya serta komitmen dari seluruh jajaran mulai pimpinan puncak sampai level terbawah.
Agar TQM dapat berkelanjutan maka organisasi harus didukung oleh budaya yang mendukung yang menekankan pada kerja kelompok, pemberdayaan dan partisipasi karyawan, peningkatan terus menerus fokus pada pelanggan serta kepemimpinan yang tepat. Prinsip TQM secara keseluruhan proses produk maka titik beratnya pada penanganan kualitas pada seluruh aspek organisasi

6.        Era Sistem Manajemen Mutu (ISO)
Era ini dimulai pada sekitar tahun 1943 yaitu pada masa perang dunia II, dimana sekutu mulai mengalami kesulitan dalam mendapatkan bahan peledak Hal ini terkait dengan mutu bahan peledak untuk keperluan militer terutama oleh pasukan Inggris.
Berdasarkan keadaan tersebut pihak militer Inggris mengembangkan serangkaian standar yang secara umum dapat menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam menyediakan produk bermutu tinggi serta konsisten bagi kepentingan bahan militer . Pada akhir tahun 1960, disusun standar sistem mutu AQAP (Allied Quality Assurance Publicators) yaitu pengembangan standar yang sudah ada sebagai sistem kendali dengan tujuan utamanya adalah untuk mengendalikan pemasok dalam pemenuhan persyaratan.
Pada tahun 1979 anggota ISO untuk Inggris yaitu Britihs Standard Institute, menyerahkan proposal kepada ISO agar dibentuk suatu komite teknis baru untuk menyiapkan standar internasional yang berkaitan dengan teknik dan praktik penjaminan mutu, maka dibentuklah komite teknis baru dengan nomor ISO/TC 176. Sebagai hasil kerja ISO/TC 176, pada tahun 1987 dipublikasikan seri standar ISO 9000 yaitu sistem manajemen mutu yang merangkum sebagian besar standar sebelumnya disamping peningkatan dan penjelasan standar baru.
Dampak nyata dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang paling nyata adalah semakin hilangnya batas-batas negara yang biasa disebut dengan globalisasi. Globalisasi berdampak pada kuatnya iklim persaingan antara berbagai macam bidang yang dahulunya mampu di proteksi oleh peraturan suatu negara. Iklim persaingan yang semakin kuat tersebut menuntuk keharusan agar semua organisasi yang ada harus mampu membuat produk yang bermutu.
 Organisasi, yang merupakan salah satu sistem sosial umat manusia yang tidak dapat menghindari dampak dari kemajuan tersebut. Organisasi dituntut untuk memenuhi tuntutan tersebut, untuk itulah dibutuhkan kapasitas manajemen dengan karakteristik;
1.      Bergerak secara lebih efektif atas dasar visi dan misinya
2.      Selalu berusaha memenuhi pelanggan
3.      Kegiatannya bersifat proaktif
4.      Mengejar daya saing
5.      Anggotanya lebih tekun bekerja (industrious)
6.      Anggotanya harus lebih giat berusaha (entreprising)
7.    Pimpinannya mau mengerahkan seluruh karyawan dengan pemberdayaan (empowerment), pimpinannya mendorong karyawan untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan kecakapan supaya mutakhir dan relevan dengan tugas
8.    Perencanaannya terpadu, pelaksanaan dan pengendalian terdesentralisasi (Hardjosoedarmo, 1997).

Minggu, 06 September 2015

Satuan Acara Perkuliahan Psychology And Professional Ethics

Satuan Acara Perkuliahan Psychology And Professional Ethics

PSIKOLOGI
HAKIKAT KERJA
DISIPLIN, EFISIENSI & EFEKTIVITAS KERJA DAN PRODUKTIVITAS KERJA
KONFLIK DAN STRESS KERJA
KEPUASAN KERJA
PSIKOLOGI PELAYANAN TERHADAP PELANGGAN
MENGENAL KAREKTER PELANGGAN
PENGERTIAN ETIKA
NILAI-NILAI DASAR DALAM ETIKA
ETIKA PROFESI
TANGGUNG JAWAB SOSIAL DUNIA BISNIS

Referensi Perkuliahan Psychology And Professional Ethics

Referensi :

1.      Psikologi Kerja, Oleh : Pandji Anoraga, SE, MM, Penerbit Rineka Cipta
2.      Psikologi Pelayanan Dalam Industri Jasa, Ir. Endar Sugiarto, MM, Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
3.      Etika Bisnis, Oleh : Sonny Keraf, Penerbit Kanisius
4.      Business and Society, Archie B. Carrol, South-Western College Publiching
5.      Ethics and The Conduct Of Business, John R. Boatright, Prentice Hall
6.      Etika Bisnis, Sondang Siagian, Pustaka Binaman Presindo

KOMPONEN PENILAIAN PERKULIAHAN

KOMPONEN PENILAIAN PERKULIAHAN

Kehadiran    : 10 %
Tugas            : 10 %
Formatif       : 10 %
Sikap             : 10 %
Ujian             : UTS 25 %,
                   UAS 35% 

Sesi 2 Perkuliahan Psychology And Professional Ethics

Yulia Anggraini M. Kesos
Sesi 2 Perkuliahan Psychology And Professional Ethics

BAB II
HAKIKAT KERJA

2.1 Pengertian Psikologi
2.1.1 Taktik Mencari Kerja
Taktik Mencari kerja haruslah dimiliki setiap manusia yang ingin mendapatkan pekerjaan yang diinginkan. Adapun tehnik dalam mencari pekerjaan ialah :
a. Mencari pekerjaan dari media massa (Koran, internet, facebook, tabloid, dll)
b. Rekan Sejawat (Teman lama, Teman dekat, dll)
c. Mendatangi langsung lokasi perusahaan yang ingin dimasukan surat lamaran pekerjaannya.

2.1.2 Nepotisme
Sistem nepotisme ini masuk dalam induk kepegawaian: “Patronage System” atau sistem kawan. Dalam sistem dibedakan lagi menjadi dua, yaitu: Spoil System (bersifat politis) dan Nepotisme/Nepotism (non politis). Kedua sistem tersebut merupakan sistem yang tidak digunakan dalam kepegawaian (walaupun kenyataannya tumbuh dengan subur, baik dalam lembaga legislative maupun lembaga eksekutif. Contohnya anggota DPR yang masih saudara atau keluarga.
.
2.1.3 Kerja
1.  Arti Kerja
Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu bisa bermacam-macam, berkembang dan berubah, bahkan seringkali tidak disadari oleh pelakunya. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya, dan orang berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukan akan membawanya kepada suatu keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan sebelumnya.
Tidak semua aktifitas dapat dikatakan kerja, menurut Dr. Franz Von Magnis. Pekerjaan adalah kegiatan yang direncanakan. Jadi pekerjaan itu memerlukan pemikiran yang khusus dan tidak dapat dijalankan oleh binatang. Yang dilaksanakan tidak hanya karena pelaksanaan kegiatan itu sendiri menyenangkan, melainkan karena kita mau dengan sungguh-sungguh mencapai suatu hasil yang kemudian berdiri sendiri atau sebagai benda, karya, tenaga, dan sebagainya, atau sebagai pelayanan terhadap masyarakat, termasuk diri sendiri. Kegiatan itu dapat berupa pemakaian tenaga jasmani dan rohani.
Menurut Hegel (1770-1831), inti pekerjaan adalah kesadaran manusia. Pekerjaan memungkinkan orang dapat menyatakan diri secara obyektif ke dunia ini, sehingga ia dan orang lain dapat memandang dan memahami keberadaan dirinya.
Menurut Dr. May Smith. Tujuan dari kerja adalah untuk hidup. Dengan demikian, maka mereka yang menukarkan kegiatan fisik atau kegiatan otak dengan sarana kebutuhan untuk hidup, berarti bekerja. Maka hanya kegiatan-kegiatan orang yang bermotivasikan kebutuhan ekonomis sajalah yang bisa dikategorikan sebagai kerja. Misalnya pekerja sosial, Melakukan kegiatan dalam yayasan sosial, yaitu mereka yang menjadi anggota dan aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial tanpa mendapatkan imbalan apa pun tentulah tidak dapat dikatakan sebagai pekerja.

2.2 Etos Kerja
Bekerja adalah kewajiban dan dambaan bagi setiap orang untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan sepanjang masa, selama ia mampu berbuat untuk membanting tulang, memeras keringat dan memutar otak.
Etos kerja adalah suatu pandangan dan sikap suatu bangsa atau suatu umat terhadap kerja. Kalau pandangan dan sikap, melihat kerja sebagai suatu hal yang luhur untuk eksistensi manusia, maka etos kerja itu akan tinggi. Sebaliknya kalau kalau melihat kerja sebagai suatu hal tak berarti untuk kehidupan manusia, apalagi kalu sama sekali tidak ada pandangan dan sikap terhadap kerja, maka etos kerja dengan sendirinya rendah. Untuk itu diperlukan dorongan atau motivasi.

2.3 Mitos Kerja
            Kerja disini tidak lagi dilihat sebagai karya manusia yang berhakikat untuk mencapai kedudukan serta pangkat. Sebab, ada kekuatiran bila kedudukan sudah dipegang, orang menjadi terlena untuk tidak giat lagi.
            Menurut Basuki Istnail, 1998 dilihat dua hambatan kerja sebagai sarana dan nasib sebagai berikut :
1.      Pengertian kerja sebagai sarana
Kerja hanya mempunyai makna sejauh menghasilkan sesuatu. Akibatnya kerjanya sendiri tidak bernilai positif. Banyak orang terpaksa bekerja dan melihatnya sebagai beban hidup. Godaan untuk bermalas-malasan muncul. Bahkan kalau perlu mencuri waktu dan kurang sabar menunggu hari “weekend”. Muncullah manipulasi jam kerja meskipun sudah ada “time recorder”.

2.      Pandangan kerja sebagai nasib
Kerja dirasakan sebagai kewajiban bawaan yang tidak dapat dipungkiri lagi. Untuk menghindari dua pandangan kerja sebagai nasib sarana, perulah menyingkirkan unsur fungsional kerja membebani manusia. Kalau unsur fungsional begitu ditekankan, kerja hanya dilihat sebagai usaha untuk menahan diri terhadap beban berat dan penyesuaian dirinya terhadap kemiskinan. Karenannya kerja tetap perlu memiliki niat yang positif. Disini manusia yang menaklukan alam dan materi menurut kemauan baiknya.

2.4  Motivasi Kerja
Motivasi sebagai “The Process by which behavior is energized and directed” (suatu proses, dimana tingkah laku tersebut dipupuk dan diarahkan), para psikologi memberikan kesamaan antara motif dengan (dorongan, kebutuhan). Dari batasan diatas, dapat disimpulan bahwa motof adalah yang melatarbelakngi individu untuk berbuat mencapai tjuan tertentu.
Sedangkan motivasi ialah pemberian atau penimbulan motif. Atau dapat pula diartikan atau keadaan menjadi motif. Jadi motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Motovasi kerja dalam psikologi karya biasa disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi kerja seorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinnya.
Kebutuhan-kebutuhan manusia pada umumnya dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :
a.       Kebutuhan primer, kebutuhan seperti makan, haus, seks, tidur, suhu yang menyenangkan dan lain sebagainya. Kebutuhan ini merupakan syarat kelangsungan hidup seseorang. Kebutuhan ini sudah ada sejak lahir dan timbul dengan sendirinya.
b.      Kebutuhan Sekunder, yang timbuldari interaksi antara orang denagn lingkungannya seperti kebutuhan untuk bersaing, bergaul, bercinta, ekspresi diri, harag diri, dan sebagainya. Kebutuhan inilah yang paling banyak berperan dalam motivasi seseorang.
Adapun ciri-ciri motif individu adalah sebagai berikut :
a.       Motif adalah majemuk
b.      Motif dapat berubah-ubah
c.       Motif berbeda-beda bagi individu
d.      Beberapa motif tidak disadari oleh individu
Menurut Prof. PF. Drucker, motivasi berperan sebagai pendorong kemauan dan unsure-unsur motif yang ada padanya. Namun, secara pokok unsur motivasi  dan tujuan merupakan hal yang tak terpisahkan. Perilaku orang pada umumnya berorientasi pada tujuan, yang senantiasa dirangsang dan didorong untuk mencapainya.
Telah dikemukakan oleh Frederick Herzberg sebuah model motivasi yang mempertajam pengertian mengenai efektivitas dari motivasi dalam situasi kerja. Menurut Herzberg, sistem kebutuhan-kebutuhan otang yang mendasari motivasinya, dapat dibagi menjadi dua dolongan :
a.       Hygiene Factors
-          Status
-          Hubungan antar manusia
-          Supervise
-          Peraturan-peraturan perusahaan dan administrasi
-          Jaminan dalam pekerjaan
-          Kondisi kerja
-          Gaji
-          Kehidupan pribadi
b.      Motivational factors (motivators)
-          Pekerjaan sendiri
-          Achievement (sifat manusia yang menginginkan tercapainya hasil)
-          Kemungkinan untuk berkembang
-          Tanggung jawab
-          Kemajuan dalam jabatan
-          Pangkuan

Memotivasi Atasan
            Ada beberapa situasi yang dapat dijadikan titik tolak dan pokok pemikiran mengapa seorang bawahan perlu “mengatur” atasan mereka menurut Setiawan Tjahjono, 1998 sebagai berikut :
a.       Jika atasan tidak atau kurang mumpuni (in comtence)
b.      Atasan tidak memiliki motivasi untuk  mengembankan bawahan
c.       Ada sebagian manjer yang merasa tidak pasti dan kurang aman dengan kemampuan mereka
d.      Bawahan tidak jarang menjumpai atasan yang begitu gemar melakukan sesuatunya sendiri

2.5  Keselamatan Kerja
Penyebab kecelakaan sering sangat kompleks dan umumnya berkaitan satu dengan yang lainnya. Berbagai teori “tiga faktor” yang menyebutkan bahwa kecelakaan kerja disebabkan oleh faktor peralatan tehnik, lingkungan kerja dan pekerjaan sendiri, atau teori “dua faktor” yang membedakan dua golongan kecelakaan yakni karena tindakan yang berbahaya dan kondisi kerja yang membahayakan. Akan tetapi, para ahli pada umumnya menekankan bahwa semua kecelakaan kerja, baik langsung atau tidak langsung, terjadi karena kesalahan manusia, atas dasar asumsi bahwa, kesalahan dapat dilakukan oleh mereka yang membuat desain, konstruksi, instalasi, serta kegiatan manajemen, supervise dan seluruh proses produksi termasuk perlengkapannya.
Secara terperinci tahun 1930 H.W. Heinrich menyebutkan suatu rankaian faktor penyebab kecelakaan yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Teori domino mengangap faktor asal-usul seseorang dan lingkungan sosialnya akan mempengaruhi sikap serta perilaku dalam melakukan pekerjaan. Sehingga mengakibatkan seseorang cenderung untuk bekerja ceroboh, tidak berhati-hati dan menjurus  kearah kemungkinan terjadinya kesalahan dalam bekerja.
Selanjutnya, pada awal tahun 1970, dikemukan teori lain yang menyempurnakan teori domino yaitu oleh Frank E. Bird dan Peterson. menurut kedua ahli keselamatan kerja itu, sebab utama kecelakaan adalah akibat ketimpangan sistem manajeman sedang “ unsafe condition” (memperbaiki sesuatu) dan “unsafe action (mengoreksi tindakan manusia yang berbahaya) hakikatnya merupakan gejala saja.