Minggu, 06 September 2015

Sesi 2 Perkuliahan Psychology And Professional Ethics

Yulia Anggraini M. Kesos
Sesi 2 Perkuliahan Psychology And Professional Ethics

BAB II
HAKIKAT KERJA

2.1 Pengertian Psikologi
2.1.1 Taktik Mencari Kerja
Taktik Mencari kerja haruslah dimiliki setiap manusia yang ingin mendapatkan pekerjaan yang diinginkan. Adapun tehnik dalam mencari pekerjaan ialah :
a. Mencari pekerjaan dari media massa (Koran, internet, facebook, tabloid, dll)
b. Rekan Sejawat (Teman lama, Teman dekat, dll)
c. Mendatangi langsung lokasi perusahaan yang ingin dimasukan surat lamaran pekerjaannya.

2.1.2 Nepotisme
Sistem nepotisme ini masuk dalam induk kepegawaian: “Patronage System” atau sistem kawan. Dalam sistem dibedakan lagi menjadi dua, yaitu: Spoil System (bersifat politis) dan Nepotisme/Nepotism (non politis). Kedua sistem tersebut merupakan sistem yang tidak digunakan dalam kepegawaian (walaupun kenyataannya tumbuh dengan subur, baik dalam lembaga legislative maupun lembaga eksekutif. Contohnya anggota DPR yang masih saudara atau keluarga.
.
2.1.3 Kerja
1.  Arti Kerja
Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu bisa bermacam-macam, berkembang dan berubah, bahkan seringkali tidak disadari oleh pelakunya. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya, dan orang berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukan akan membawanya kepada suatu keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan sebelumnya.
Tidak semua aktifitas dapat dikatakan kerja, menurut Dr. Franz Von Magnis. Pekerjaan adalah kegiatan yang direncanakan. Jadi pekerjaan itu memerlukan pemikiran yang khusus dan tidak dapat dijalankan oleh binatang. Yang dilaksanakan tidak hanya karena pelaksanaan kegiatan itu sendiri menyenangkan, melainkan karena kita mau dengan sungguh-sungguh mencapai suatu hasil yang kemudian berdiri sendiri atau sebagai benda, karya, tenaga, dan sebagainya, atau sebagai pelayanan terhadap masyarakat, termasuk diri sendiri. Kegiatan itu dapat berupa pemakaian tenaga jasmani dan rohani.
Menurut Hegel (1770-1831), inti pekerjaan adalah kesadaran manusia. Pekerjaan memungkinkan orang dapat menyatakan diri secara obyektif ke dunia ini, sehingga ia dan orang lain dapat memandang dan memahami keberadaan dirinya.
Menurut Dr. May Smith. Tujuan dari kerja adalah untuk hidup. Dengan demikian, maka mereka yang menukarkan kegiatan fisik atau kegiatan otak dengan sarana kebutuhan untuk hidup, berarti bekerja. Maka hanya kegiatan-kegiatan orang yang bermotivasikan kebutuhan ekonomis sajalah yang bisa dikategorikan sebagai kerja. Misalnya pekerja sosial, Melakukan kegiatan dalam yayasan sosial, yaitu mereka yang menjadi anggota dan aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial tanpa mendapatkan imbalan apa pun tentulah tidak dapat dikatakan sebagai pekerja.

2.2 Etos Kerja
Bekerja adalah kewajiban dan dambaan bagi setiap orang untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan sepanjang masa, selama ia mampu berbuat untuk membanting tulang, memeras keringat dan memutar otak.
Etos kerja adalah suatu pandangan dan sikap suatu bangsa atau suatu umat terhadap kerja. Kalau pandangan dan sikap, melihat kerja sebagai suatu hal yang luhur untuk eksistensi manusia, maka etos kerja itu akan tinggi. Sebaliknya kalau kalau melihat kerja sebagai suatu hal tak berarti untuk kehidupan manusia, apalagi kalu sama sekali tidak ada pandangan dan sikap terhadap kerja, maka etos kerja dengan sendirinya rendah. Untuk itu diperlukan dorongan atau motivasi.

2.3 Mitos Kerja
            Kerja disini tidak lagi dilihat sebagai karya manusia yang berhakikat untuk mencapai kedudukan serta pangkat. Sebab, ada kekuatiran bila kedudukan sudah dipegang, orang menjadi terlena untuk tidak giat lagi.
            Menurut Basuki Istnail, 1998 dilihat dua hambatan kerja sebagai sarana dan nasib sebagai berikut :
1.      Pengertian kerja sebagai sarana
Kerja hanya mempunyai makna sejauh menghasilkan sesuatu. Akibatnya kerjanya sendiri tidak bernilai positif. Banyak orang terpaksa bekerja dan melihatnya sebagai beban hidup. Godaan untuk bermalas-malasan muncul. Bahkan kalau perlu mencuri waktu dan kurang sabar menunggu hari “weekend”. Muncullah manipulasi jam kerja meskipun sudah ada “time recorder”.

2.      Pandangan kerja sebagai nasib
Kerja dirasakan sebagai kewajiban bawaan yang tidak dapat dipungkiri lagi. Untuk menghindari dua pandangan kerja sebagai nasib sarana, perulah menyingkirkan unsur fungsional kerja membebani manusia. Kalau unsur fungsional begitu ditekankan, kerja hanya dilihat sebagai usaha untuk menahan diri terhadap beban berat dan penyesuaian dirinya terhadap kemiskinan. Karenannya kerja tetap perlu memiliki niat yang positif. Disini manusia yang menaklukan alam dan materi menurut kemauan baiknya.

2.4  Motivasi Kerja
Motivasi sebagai “The Process by which behavior is energized and directed” (suatu proses, dimana tingkah laku tersebut dipupuk dan diarahkan), para psikologi memberikan kesamaan antara motif dengan (dorongan, kebutuhan). Dari batasan diatas, dapat disimpulan bahwa motof adalah yang melatarbelakngi individu untuk berbuat mencapai tjuan tertentu.
Sedangkan motivasi ialah pemberian atau penimbulan motif. Atau dapat pula diartikan atau keadaan menjadi motif. Jadi motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Motovasi kerja dalam psikologi karya biasa disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi kerja seorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinnya.
Kebutuhan-kebutuhan manusia pada umumnya dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :
a.       Kebutuhan primer, kebutuhan seperti makan, haus, seks, tidur, suhu yang menyenangkan dan lain sebagainya. Kebutuhan ini merupakan syarat kelangsungan hidup seseorang. Kebutuhan ini sudah ada sejak lahir dan timbul dengan sendirinya.
b.      Kebutuhan Sekunder, yang timbuldari interaksi antara orang denagn lingkungannya seperti kebutuhan untuk bersaing, bergaul, bercinta, ekspresi diri, harag diri, dan sebagainya. Kebutuhan inilah yang paling banyak berperan dalam motivasi seseorang.
Adapun ciri-ciri motif individu adalah sebagai berikut :
a.       Motif adalah majemuk
b.      Motif dapat berubah-ubah
c.       Motif berbeda-beda bagi individu
d.      Beberapa motif tidak disadari oleh individu
Menurut Prof. PF. Drucker, motivasi berperan sebagai pendorong kemauan dan unsure-unsur motif yang ada padanya. Namun, secara pokok unsur motivasi  dan tujuan merupakan hal yang tak terpisahkan. Perilaku orang pada umumnya berorientasi pada tujuan, yang senantiasa dirangsang dan didorong untuk mencapainya.
Telah dikemukakan oleh Frederick Herzberg sebuah model motivasi yang mempertajam pengertian mengenai efektivitas dari motivasi dalam situasi kerja. Menurut Herzberg, sistem kebutuhan-kebutuhan otang yang mendasari motivasinya, dapat dibagi menjadi dua dolongan :
a.       Hygiene Factors
-          Status
-          Hubungan antar manusia
-          Supervise
-          Peraturan-peraturan perusahaan dan administrasi
-          Jaminan dalam pekerjaan
-          Kondisi kerja
-          Gaji
-          Kehidupan pribadi
b.      Motivational factors (motivators)
-          Pekerjaan sendiri
-          Achievement (sifat manusia yang menginginkan tercapainya hasil)
-          Kemungkinan untuk berkembang
-          Tanggung jawab
-          Kemajuan dalam jabatan
-          Pangkuan

Memotivasi Atasan
            Ada beberapa situasi yang dapat dijadikan titik tolak dan pokok pemikiran mengapa seorang bawahan perlu “mengatur” atasan mereka menurut Setiawan Tjahjono, 1998 sebagai berikut :
a.       Jika atasan tidak atau kurang mumpuni (in comtence)
b.      Atasan tidak memiliki motivasi untuk  mengembankan bawahan
c.       Ada sebagian manjer yang merasa tidak pasti dan kurang aman dengan kemampuan mereka
d.      Bawahan tidak jarang menjumpai atasan yang begitu gemar melakukan sesuatunya sendiri

2.5  Keselamatan Kerja
Penyebab kecelakaan sering sangat kompleks dan umumnya berkaitan satu dengan yang lainnya. Berbagai teori “tiga faktor” yang menyebutkan bahwa kecelakaan kerja disebabkan oleh faktor peralatan tehnik, lingkungan kerja dan pekerjaan sendiri, atau teori “dua faktor” yang membedakan dua golongan kecelakaan yakni karena tindakan yang berbahaya dan kondisi kerja yang membahayakan. Akan tetapi, para ahli pada umumnya menekankan bahwa semua kecelakaan kerja, baik langsung atau tidak langsung, terjadi karena kesalahan manusia, atas dasar asumsi bahwa, kesalahan dapat dilakukan oleh mereka yang membuat desain, konstruksi, instalasi, serta kegiatan manajemen, supervise dan seluruh proses produksi termasuk perlengkapannya.
Secara terperinci tahun 1930 H.W. Heinrich menyebutkan suatu rankaian faktor penyebab kecelakaan yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Teori domino mengangap faktor asal-usul seseorang dan lingkungan sosialnya akan mempengaruhi sikap serta perilaku dalam melakukan pekerjaan. Sehingga mengakibatkan seseorang cenderung untuk bekerja ceroboh, tidak berhati-hati dan menjurus  kearah kemungkinan terjadinya kesalahan dalam bekerja.
Selanjutnya, pada awal tahun 1970, dikemukan teori lain yang menyempurnakan teori domino yaitu oleh Frank E. Bird dan Peterson. menurut kedua ahli keselamatan kerja itu, sebab utama kecelakaan adalah akibat ketimpangan sistem manajeman sedang “ unsafe condition” (memperbaiki sesuatu) dan “unsafe action (mengoreksi tindakan manusia yang berbahaya) hakikatnya merupakan gejala saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar